Pentingnya Edukasi Seksual Bagi Anak sebagai Benteng Pertama Pencegahan Kekerasan Seksual | Pranusa.ID

Pentingnya Edukasi Seksual Bagi Anak sebagai Benteng Pertama Pencegahan Kekerasan Seksual


Ilustrasi kekerasan seksual. (Antara)

PRANUSA.ID — Maraknya kasus pelecehan serta kekerasan seksual yang terjadi akhir-akhir ini membuat Indonesia dapat dikategorikan sebagai darurat kekerasan seksual. Tindakan yang dapat tertuju pada siapa pun, dimana pun dan kapan pun ini membuat masyarakat khususnya perempuan memiliki ruang lingkup sempit dalam kegiatan bermasyarakat.

Kita juga tidak dapat menutup mata bahwa Indonesia sebagai negara hukum masih terjerat dalam sistem sosial patriarki. Sebuah sistem yang mana menggambarkan kaum laki-laki memiliki peran mendominasi dalam kehidupan sedangkan pihak perempuan memiliki peran yang sangat lemah atau dinomorduakan dalam struktur masyarakat. Hal seperti ini kemudian membuat kerugian selalu berpihak pada perempuan.

Pemikiran untuk menguasai berakibat pada perbuatan tak senonoh dan sewenang-wenang kepada perempuan. Kekerasan seksual serta pelecehan kerap kali tidak dapat dihindarkan karena ‘label’ lemah yang melekat pada perempuan. Ironisnya karena sistem sosial patriarki ini, pemikiran tentang wajar saja jika kaum perempuan menjadi ‘objek fantasi’ bagi kaum laki-laki yang notabenenya superior dalam struktur masyarakat sering dianggap hal lumrah.

Jika diartikan, kekerasan seksual itu sendiri merupakan setiap perbuatan yang merendahkan, melecehkan, menyerang tubuh atau fungsi reproduksi seseorang, serta perbuatan merendahkan karena ketimpangan relasi kuasa gender (patriarki) yang kemudian mengakibatkan penderitaan psikis maupun fisik.

Kekerasan seksual juga berkaitan erat dengan pelecehan seksual yang mana tindakan tersebut berbau seksual yang tidak diinginkan sehingga mengakibatkan pelanggaran, perasaaan malu, terancam dan perasaaan tidak nyaman bagi si korban. Pelecehan seksual juga dapat dilakukan secara verbal maupun non-verbal dan sudah menjadi rahasia umum bahwa pelecehan seksual itu sendiri merupakan aksi awal yang kemudian akan menimbulkan kekerasan seksual.

Jika merujuk pada data yang tercatat di Komnas Perempuan, periode Januari hingga November tahun 2022 lalu, telah diterima sebanyak 3.014 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, termasuk di dalamnya 860 kasus kekerasan seksual ranah publik/ komunitas, dan 899 kasus di ranah personal.

Tidak hanya perempuan, kasus kekerasan seksual juga rawan terjadi kepada anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat lebih dari 797 anak menjadi korban kekerasan seksual periode Januari 2022. Ironisnya pelaku kekerasan seksual terhadap anak adalah orang terdekat bahkan bisa orang tua si korban sekalipun.

Sungguh keji namun begitulah kenyataannya, dari sini kita dapat melihat bahwa tidak hanya sistem sosial patriarki saja namun kurangnya pengetahuan anak terkait seksualitas juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya pelecehan maupun kekerasan seksual di Indonesia.

Edukasi seksual yang selama ini masih dianggap tabu oleh masyarakat sebenarnya merupakan hal penting yang harus ditanamkan sejak dini kepada anak. Dalam masa pertumbuhannya, anak perlu mendapat bimbingan untuk mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin serta pertumbuhannya, karena bagaimana pun juga nantinya anak akan melewati fase pubertas seperti menstruasi maupun mimpi basah.

Peran orang tua untuk mendidik anak agar paham menjaga privasi tersebut sangat diperlukan, terlebih ketika anak mulai paham akan tumbuhnya birahi dikarenakan adanya perubahan pada hormon-hormon tertentu. Kesadaran anak yang tumbuh melalui bimbingan orang tua mengenai edukasi seksual membuat anak tersebut perlahan akan mengerti mana bagian tubuhnya yang penting, siapa saja yang boleh melihat, hingga bagaimana cara anak menjaga dan melindungi privasinya membuat anak tersebut dapat terhindar dari kejadian yang tidak diinginkan oleh orang tua.

Pengetahuan anak mengenai edukasi seksual juga penting mengingat perkembangan teknologi di era digital saat ini, dengan beragam media yang memudahkan akses bagi penggunanya di luar sana yang tidak menutup kemungkinan bahwa anak bisa saja mendapat tontonan yang tidak sesuai dengan umurnya seperti hal-hal yang berbau pornografi. Jangan sampai ketidakpahaman anak mengenai edukasi seksual membuat anak tersebut terjerumus dalam hubungan seks di luar nikah, kehamilan yang tidak diinginkan hingga penularan penyakit HIV/ Aids yang mana semua hal tersebut tentu sangat merugikan.

Sebagai generasi milenial kita juga harus mulai berpikir kritis mengenai kasus-kasus pelecehan maupun kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia. Kita tidak boleh menganggap remeh kasus-kasus yang merusak generasi bangsa ini.

Pentingnya peran kita untuk selalu turut serta saat melihat pelecehan seksual yang terjadi di muka umum juga merupakan cara untuk melindungi korban yang tentu merasa takut, malu dan hanya bisa terdiam karena panik saat menjadi korban pelecehan seksual. Cara sederhana yang dapat kita lakukan adalah menegur langsung pelaku, merekam perbuatan sebagai bukti untuk melaporkannya kepada pihak yang berwajib atau pun mengalihkan perhatian pelaku agar memberhentikan perbuatan tak senonohnya itu di tempat umum.

Perlu kita ingat bahwa pemerintah juga turut serta dalam hal penanganan, perlindungan serta pemulihan yang menjadi hak-hak korban pelecehan maupun kekerasan seksual di luar sana dengan menyediakan payung hukum berupa Undang-undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dengan lahirnya Undang-undang baru ini diharapkan perempuan dan anak yang rentan menjadi korban dalam kasus pelecehan maupun kekerasan seksual dapat melaporkan tindakan tersebut kepada pihak yang berwajib agar kemudian dapat dipidana sebagaimana mestinya.

Dengan hal-hal tersebut, dapat kita simpulkan bahwa Indonesia masih menjadi negara darurat dalam kasus pelecehan dan kekerasan seksual. Indonesia yang masih terjerat dalam sistem sosial patriarki membuat perempuan dan anak menjadi korban yang paling rentan ditemui dalam kasus-kasus pelecehan maupun kekerasan seksual di luar sana.

Maka dari itu, penanaman edukasi seksual sejak dini menjadi suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan agar anak yang kemudian akan beranjak dewasa dapat mengerti dan terhindar dari hal-hal yang berujung merugikan di kemudian hari. Edukasi seksual merupakan benteng pertahanan pertama yang harus didapatkan oleh anak dari orang tua. Anak yang telah mendapat pengetahuan mengenai edukasi seksual diharapkan dapat menjadi salah satu tokoh masyarakat yang mencegah terjadinya tindak pelecehan dan kasus kekerasan seksual yang mungkin akan ia dapati di tempat umum.

Pemahaman terkait Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang menjadi payung hukum yang disediakan oleh pemerintah juga sangat penting agar para korban tahu bahwa ia juga memiliki hak-hak pribadi terkait penanganan, perlindungan, serta pemulihan oleh pemerintah. Undang-undang tersebut juga lahir agar korban yang masih merasa takut mulai lebih berani dan percaya diri untuk melaporkan hal tersebut kepada pihak berwajib untuk kemudian ditindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku. (*)

Ajeng Auliya Ramadhani Wibowo

(Penulis merupakan mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Tanjungpura)

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top