Kebencian Berbau Politik Mematikan Nalar Kemanusiaan | Pranusa.ID

Kebencian Berbau Politik Mematikan Nalar Kemanusiaan


Ilustrasi : remotivi.or.id

PRANUSA.ID- Perbedaan dalam hal mendukung tokoh politik merupakan sebuah keniscayaan di negara yang menganut sistem demokrasi, termasuk di Indonesia. Namun, perbedaan dalam pilihan politik pada dasarnya jangan sampai membuat kita benar – benar terpecah belah dan mematikan rasa kemanusiaan kepada sesama akibat kebiasaan serba mempolitisasi setiap peristiwa.

Biar bagaimana pun, spirit kebersamaan, persatuan, gotong royong harus menjadi asas utama dalam membangun kehidupan bernegara yang elegan dan humanis di tengah kemungkinan untuk berbeda. Realita kekiniaan, justru menunjukkan bahwa kita belum dewasa dalam berdemokrasi.

Perbedaan politik justru menyebabkan benci yang seolah – olah tak berujung. Sebisa mungkin mencari celah sekecil apa pun untuk menyalahkan tokoh politik yang tidak didukung saat pemilihan kepala daerah hingga presiden.

Hal tersebut semakin tampak ketika wabah corona terjadi di beberapa daerah di bumi Indonesia. Corona yang merupakan virus berbahaya dan memiliki tingkat penyebaran tinggi, pada dasarnya adalah musuh yang harus dihadapi secara bersama – sama. Saling mendukung, saling menolong, saling mengingatkan antara satu dengan yang lain agar terhindar dari pandemi ini.

Kenyataannya, corona justru tetap dijadikan ajang “politik”. Wabah ini justru dijadikan komoditas politik oleh mereka yang menyimpan kebencian terhadap tokoh politik. Presiden Joko Widodo bisa menjadi contoh dalam kasus ini.

Di saat negara lain warga negaranya bekerjasama dengan pemerintahan untuk melawan corona, di Indonesia justru kita dipertontonkan oknum dari kelompok masyarakat yang justru menghabiskan waktunya untuk menghina Presiden beserta jajarannya.

Hal tersebut semakin memperjelas, apa pun, kejadian apa pun selalu jadi komoditas kebencian politik oleh oknum yang belum dewasa dalam berdemokrasi.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan serta Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga turut menjadi korban dari kebencian politik. Tindakannya dalam menangani corona dianggap masyarakat yang tidak memilih mereka sebagai tindakan untuk cari panggung politik.

Tentu saja hal di atas menjadi keprihatinan kita bersama. Perbedaan politik seolah – olah mematikan nalar berpikir. Menempatkan kebencian dan kecurigaan di atas rasionalitas berpikir untuk melihat situasi.

Padahal untuk kasus seperti corona, perlu dilawan bersama – sama. Tidak perlu menjadikan wabah penyakit seperti ini sebagai kesempatan untuk menyudutkan pihak – pihak pemangku kebijakan yang kebetulan tidak didukung saat masa pemilihan.

Tidak hanya saat corona, hampir di setiap momen dijadikan ajang melampiaskan kebencian politik. Misalnya saja, saat Ibunda dari Jokowi meninggal dunia. Di kolom komentar media sosial justru muncul kalimat – kalimat pahit yang tak manusiawi.

Dari sini harusnya kita benar – benar belajar bahwa perbedaan politik sama sekali tidak boleh mematikan rasa kemanusiaan kita. Rasa empati, kebersamaan, harus tetap menjadi nilai dasar.

Kritislah ketika memang harus ada yang dikritisi, bukan dengan menjadikan setiap peristiwa sebagai sarana untuk menebar kebencian.

Ada saatnya juga kita perlu terlibat langsung dan aktif dalam menghadapi permasalahan bangsa, bukan hanya sekedar menyerahkan dan kemudian menyalahkan tokoh politik yang tidak dipilih saat pesta demokrasi.

 

Artikel ini sudah dimuat di Media Indonesia edisi 16 April 2020 dengan judul Kebencian Mematikan Nalar Kemanusiaan. Ditulis oleh Kristoforus Bagas Romualdi.

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top